Tim Penanganan Kasus Santri An-Nahla: Potret Persidangan Kasus An-Nahla Sebagai Wujud Penegakan Hukum Kasus Kekerasan Seksual Anak di Aceh

Lhokseumawe, Gempardata.com — Sidang kasus pencabulan terhadap santri Ponpes An-Nahla di kota Lhokseumawe, Aceh mendapat apresiasi dari tim pengacara korban

“Kami sangat apresiasi penegak hukum dalam menangani kasus tindak pidana seksual terhadap anak, yang dilakukan oleh pimpinan Pondok Pesantren dan salah satu tenaga pengajar di pondok pesantren An-Nahla Kota Lhokseumawe” kata Rida Nurdin SH, Jumat (31/1/2020).

https://gempardata.com/

Dalamproses penanganan hukum, tim yang terdiri dari P2TP2A Putroe Nahrisyah. Peksos dan P2TP2A Rumoh Putroe Aceh serta koordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Aceh, dengan dukungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A) dan kawan-kawan jaringan Lhokseumawe dan Aceh Utara yang selalu melakukan upaya pemantauan proses hukum.

“Proses hukum ini telah dilakukan mulai dari proses penyidikan pada tingkat kepolisian hingga proses persidangan di Mahkamah Syar iyah Lhokseumawe. Upaya tersebut melibatkan banyak lintas sektor dan telah menjadi perhatian publik” terang Rida.

Rida Nurdin SH, menyampaikan proses persidangan dengan agenda putusan yang berlangsung pada Kamis (30/1/2020) kemarin menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap anak.

“Majelis hakim mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe menjatuhkan hukuman kepada terdakwa AL (45) vonis 190 bulan penjara, dipotong masa tahanan yang telah dijalani serta membayar restitusi emas kepada korban sebesar 30 gram untuk masing-masing korban. Sedangkan terdakwa MY (26), hakim memutuskan hukuman 160 bulan penjara dan membayar restitusi emas kepada satu korban sebesar 15 gram, dengan dipotong masa tahanan yang telah dijalani. Hasil dari putusan tersebut, kedua terdakwa menyampaikan banding melalui penasehat hukumnya” paparnya.

Menurut pendapat pengacara korban, Rida Nurdin, S.H, putusan ini sudah sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan harapan dari keluarga korban.

“Harapannya, proses hukum ini dapat menjadi contoh di lingkungan sekolah agama dan umumnya serta masyarakat. Saat ini, tim penanganan kasus terus melakukan upaya pemantauan dan pemulihan psikologis terhadap para korban dan keluarga dengan melibatkan tim psikologi P2TP2A yaitu psikolog klinis dan konselor” pungkasnya. (manzahri/why)

https://gempardata.com/