Sumenep – Gempardata.com, Kamis (14/12/2023), – Memanasnya isu pemberitaan rencana pembatalan tukar guling TKD, Warga Perumahan Bumi Sumekar Asri (BSA) dilanda keresahan akibat ide atau gagasan dari kuasa Hukum Tiga desa yang dimaksud ( Desa Kolor, Desa Cabbiye dan Desa Talango ) ke Bupati Sumenep di sebuah media Online. Surat usulan pembatalan tukar guling yang dikirim Kurniadi selaku Kuasa Hukum Novandri Prasetyawan (Kades Kolor), Ikram Dahlan (Kades Cabbiya) dan Adnan (Kades Talango) telah sampai di meja Bupati,
Diluar akal sehat, Warga Perumahan BSA dibingungkan dengan ide gagasan, entah bagaimana nasibnya warga BSA seandainya hal itu benar terjadi, lahan yang telah disulap menjadi Perumahan Bumi Sumekar Asri (BSA) yang status kepemilikannya sebagian telah berstatus Hak Milik masing-masing penghuni BSA, tiba-tiba harus bertukar lagi menjadi status Tanah Kas Desa.
Gagasan tersebut dianggap gila oleh warga penghuni perumahan BSA, namun bagaimanapun Kurniadi yang mendapat mandat dari tiga desa dan telah melayangkan surat kepada Bupati Sumenep Ahmad Fausi Wongso Judo minta agar tukar guling tersebut DIBATALKAN.
Aktifis yang sering tampil memberikan pencerahan duduk permasalahan tukar guling tanah kas desa kepada masyarakat Sumenep Rasyid Nahdiyin, menyampaikan kepada Media GEMPARDATA 14/12/2023, “Upaya Bapak Kurniadi selaku kuasa hukum tiga Desa harus kita hormati, akan tapi jika Bupati Sumenep merespon atau melayani permintaan tersebut berarti Bupati Sumenep dan atau Bagian Hukum Pemkab Sumenep Bodoh”.
Lanjut Rasyid, “Tukar guling tersebut telah menjadi sebuah produk hukum atau sebuah adminstrasi pemerintahan yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang pada saat itu atas Keputusan Gubernur Jawa Timur, setiap lahirnya keputusan tentunya boleh dicabut atau dibatalkan, tapi dengan alasan telah ditemukan adanya cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi”.
Rasyid menambahkan, “Sedang yang berhak mencabut dan membatalkan sebuah keputusan ada dua, pertama yang mengeluarkan atau menandatangani keputusan tersebut, dan yang kedua pengadilan yang pasti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)”, dan setelah dibatalkan/dicabut tidak selesai begitu saja, atas KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara ) yang dicabut, pejabat pembuatnya wajib menerbitkan KTUN baru. Sementara atas KTUN yang dibatalkan, pejabat pembuatnya wajib menetapkan KTUN baru”.
Menambahkan “Kapan bisa dicabut/dibatalkan sebuah Keputusan, saat baru diketahui dan diitemukan adanya cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi, seharusnya pencabutan / pembatalan bisa dilakukan paling lama 5 hari sejak ditemukannya alasan pembatalan, sedang pencabutan atau pembatalan Keputusan atas perintah pengadilan dilakukan paling lama 21 hari kerja sejak perintah pengadilan. Tapi persoalannya tukar guling yang yang dimaksud telah diketahui bermasalah sejak puluhan tahun yang lalu, bukan 5 hari kemaren, sedang tiga kepala desa yang menjabat sekarang mengetahui tapi membiarkan aset TKD yang hilang, ini kan aneh kalau diperjuangkan saat dalam penanganan Polda”.
Sambung Rasyid, “Yang jadi masalah permasalahan tukar guling TKD tersebut, bukan lagi rana nya yang mengeluarkan keputusan atau pengadilan/PTUN, sekarang telah menjadi hak kewenangan penyidik Polda Jatim, karena didalam proses tukar guling TKD tersebut ditemukan unsur kejahatan Korupsi dan telah memenuhi dua alat bukti yang cukup”.
“Kenapa Novandri Prasetyawan (Kades Kolor), Ikram Dahlan (Kades Cabbiya) dan Adnan (Kades Talango), kok baru sekarang dengan berbagai upaya seolah-olah ingin mengelabui penyidik tidak merasa bersalah, wajar jika tiga Kepala Desa tersebut terancam ditersangkakan, dan menurut saya harus/wajib ditersangkakan karena telah memenuhi unsur pembiaran, sebagaimana yang dituangkan dalam pasal 8 UU Korupsi No. 20 tahun 2001, yakni membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, ancamannya paling singkat 3 tahun paling lama 15 tahun, dan juga pasal 10 huruf b dan c, yang juga memenuhi unsur untuk menjerat tiga kepala desa tersebut ancamannya paling singkat 2 tahun paling lama 7 tahun”, ungkap Rasyid.
“Untuk itu kami mewakili masyarakat si Kabupaten Sumenep, meminta kepada penyidik Polda Jatim agar bertindak tegas, untuk memberikan rompi warna orange kepada tiga kepala desa tersebut, karena sejak menjabat sebagai kepala desa membiarkan tanah kas desa yang merupakan aset kekayaan desa diambil atau digelapkan orang lain”, tutup Rasyid. (Red).