Refleksi Hukum, Desa Nyalabu Daya: Perangkat Desa Bermasalah Jangan Blo’on

REFLEKSI HUKUM, Desa Nyalabu Daya: Perangkat Bermasalah Jangan Blo”on

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq

https://gempardata.com/

“Perangkat desa bermasalah jangan blo’on. Minta nasehat yang benar pada pengacaranya. Ga usah pamer kehebatan, apalagi niat menakuti Kepala Desa, terlalu over acting.”

KALIMAT itu keluar begitu saja ketika saya diminta komentar oleh salah seorang sahabat mengenai langkah kuasa hukum Sanjato, dkk yang merupakan Para Penggugat dalam sengketa pemberhentian perangkat Desa Nyalabu Daya Kecamatan Kota Kabupaten Pamekasan Jawa Timur di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya No.75/G/2020/PTUN.Sby yang putus tanggal 24 September 2020.

Saya memang bukan pengacara Kepala Desa Nyalabu Daya ketika sengketa ini disidangkan di PTUN Surabaya, ada pengacara lain yang menangani.

Saya baru diminta bantuan setelah masuk pada upaya hukum banding. Langkah apa yang dilakukan Sanjato, dkk sehingga refleksi kata-kata di atas keluar begitu saja?

Intinya adalah, mengenai surat No. 01/APK.LSF.AS/XI/2020 tanggal 17 November 2020 dari Sanjato, dkk melalui Kuasa Hukumnya Ach. Supyadi, S.H.,M.H. yang ditujukan kepada Bupati Pamekasan untuk menunda, membekukan atau memblokir Dana Desa/Anggaran Dana Desa Nyalabu Daya dengan mengacu kepada putusan No.75/G/2020/PTUN.Sby tanggal 24 September 2020.

Aneh saja, bagaimana bisa putusan yang telah diajukan upaya hukum banding dan belum inkrah masih dijadikan dasar pengajuan surat untuk membekukan Dana Desa. Tak ada diktum putusan serta merta _(uitvoerbaar bij voorraad)_ dalam putusan itu, karena bukan perkara perdata.

Anehnya lagi, sejak kapan perangkat desa punya kewenangan membekukan Dana Desa? Siapa mereka kok berani mengajukan pemblokiran Dana Desa yang merupakan program pemerintah pusat? Apa korelasinya dengan sengketa administrasi No.75/G/2020/PTUN.Sby di PTUN? Ga connect kan bro!!!

Reasioning-nya begini:

Pertama, putusan No.75/G/2020/PTUN.Sby yang dijadikan dasar surat oleh kuasa hukum Sanjato, dkk adalah sengketa administrasi mengenai sah atau tidaknya Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara (beschikking), tak ada korelasinya dengan Dana Desa atau Anggaran Dana Desa. Anak hukum pasti ngerti tuh.

Kedua, putusan yang telah diajukan upaya hukum banding dan belum inkrah tidak mempunyai kekuatan hukum. Bagaimana bisa kuasa hukum menjadikan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum sebagai referensi? Bingung kan?.

Ketiga, dalam sengketa administrasi atau beschikking berlaku asas contrarius actus, dalam konteks ini, Kepala Desa Nyalabu Daya Pamekasan yang menerbitkan SK Pemberhentian Perangkat dengan sendirinya berwenang untuk membatalkannya. Kalaupun terdapat putusan PTUN yang menyatakan tidak sah, namun jika Kepala Desa belum mencabut, maka SK pemberhentian tetap sah, alasannya adalah reasioning

Keempat, yaitu: Dalam hukum administrasi berlaku pula asas presumptio iustae causa, yang maksudnya, setiap Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan (dalam hal ini adalah SK Pemberhentian Perangkat Desa Nyalabu Daya) harus dianggap benar menurut hukum, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan tidak sah dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Atas dasar itulah saya bilang, perangkat desa bermasalah jangan blo’on, minta nasehat yang benar pada pengacaranya. Jangan ngaur. Saya bilang perangkat desa bermasalah, karena jika diberhentikan oleh Kepala Desa sudah pasti bermasalah.

Jika saya Bupati, pasti saya abaikan surat dari Sanjato, dkk, karena, selain tidak berdasar, tidak terdapat pula diktum putusan yang memiliki daya eksekutorial dan dapat menjadi referensi bagi eksekutif untuk memblokir atau membekukan Dana Desa Nyalabu Daya. Aneh aneh aja.

https://gempardata.com/