Putra Daerah Dikhianati, Kebijakan Oligarki Bencana Covid-19 Pionir Bancaan

SUMENEP, Gempardata.com – Adanya kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemdakab) Sumenep, Madura, Jawa Timur terkait penutupan destinasi wisata menuai kecaman berbagai pihak, Sabtu (30/5/2020).

Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan Pemda ditengah pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) itu dinilai dapat membungkam dunia pariwisata, sekaligus berdampak pada peningkatan ekonomi di Sumenep.

https://gempardata.com/

Terbukti, banyak karyawan yang sebelumnya bekerja di tempat destinasi wisata dan perhotelan akhirnya terpaksa di rumahkan. Berbeda dengan warung-warung kopi atau caffe yang tetap beroperasi meski kebijakan telah diterapkan.

Untuk itu, sangat wajar kondisi tersebut menjadi pemicu utama hingga menimbulkan ketersinggungan bagi para pelaku usaha wisata, karena kurangnya ketegasan Pemkab dalam menyikapi protokol percepatan penanganan Covid-19.

“Padahal tujuan dikelolanya pariwisata tidak lain demi menumbuhkan dan meningkatkan sektor perekonomian. seperti tertuang di Pasal 4 UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menegaskan “Kepariwisataan bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat”.

Menyikapi hal tersebut, Ferry Saputra, salah seorang pelaku usaha destinasi wisata yang tergabung dalam Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata Sumenep (PPUPS) menyatakan “Jika putra daerah yang mau berkontribusi pemikiran dalam penjagaan ekonomi dan langkah penanggulangan Covid-19 saja dihambat dan dikhianati, lalu apa namanya jika bukan Oligarki Nagih Janji, Kebijakan Dikorupsi,” ungkapnya, Sabtu (30/5/2020).

Selain itu, kata Ferry, dulu Pemerintah Daerah mengajak masyarakat untuk membangun destinasi wisata, bahkan disebut pelopor yang mensukseskan Visit and Investment Sumenep. Namun kini semuanya berubah.

“Sederhananya, disaat regulasi Pemkab Sumenep tidak mendukung investasi yang kondusif, kita yang mengalah. Sumenep tanpa investor juga masih bisa hidup, mereka masih bisa bancakan anggaran pembangunan. Apalagi di kondisi bencana Nasional Covid-19 bancaan makin bisa dimainkan,” terangnya.

Faktanya, lanjut Ferry, dibutuhkan orang yang gila investasi di Sumenep, hanya orang nekat dan gila yang mau melakukannya. Jika bikrokrasi lelet dan ruwet, regulasi kacau balau, tidak ada jaminan keamanan investasi dari Pemkab, market sangat kecil, daya beli masyarakat rendah.

Padahal sebagai putra daerah, menurutnya menjadi harapan, tetapi apa yang terjadi satu persatu tumbang. Karena Pemerintah Kabupaten Sumenep tidak bisa menghargai.

“Hanya putra daerahlah satu-satunya harapan Sumenep, namun yang terjadi saat ini satu persatu kandas,” ucapnya pada pewarta seraya hilang harapan.

Berdasarkan Survei Sentimen Pasar Hotel & Restoran Indonesia terhadap Pengaruh Wabah COVID-19 pada bulan Maret 2020 (PHRI dan Howath HTL), tingkat okupansi hotel turun 25-50% dengan total pendapatan turun pada kisaran 25-50%. Demikian pula pada sektor restoran, total pendapatan turun 25-50%. Peneliti Fornano & Wolf (Corona and Macroeconomic Policy, 2020), menyebutkan bahwa “the coronavirus outbreak will cause a negative supply shock to the world economy, by forcing factories to shut down and disrupting global supply chains”.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kemudian mengabstraksikan hasil penelitian Fornano & Wolf tersebut dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa pandemi Covid-19 ini diprediksi akan menyebabkan guncangan sisi penawaran-permintaan yang meliputi penurunan produksi barang – penurunan pendapatan – gelombang pemutusan hubungan kerja – penurunan daya beli – penurunan permintaan atas barang.

Bahkan, sambung Ferry, dalam Undang-undang yang lain yakni UU no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, utamanya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana; Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar; dan Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

Namun semua itu, keluh Ferry, hanyalah sekedar amanat undang-undang, yang dikorupsi karena Oligarki sedang nagih janji. Rilis-rilis demi rilis, pertemuan demi pertemuan yang di inisiasi oleh Kepala Disparbudpora Sumenep Bambang Irianto hanya memperburuk kondisi, dengan statement ngawur dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Peristiwa ini semakin menampilkan wajah pemerintahan di Kabupaten Sumenep yang tidak bersinergi dengan semua pihak dan tumpang tindih kebijakan karena konflik sektoral antar instansi dikalangan Pemerintah” pungkasnya. (sheno/dein)

https://gempardata.com/