PSBB Menekan Perekonomian Indonesia

Penulis : Moch Rifqi Thoriqul Putra
Fakultas/Jurusa : Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi (Universitas Muhammadiyah Malang)

ARTIKEL – Presiden Joko Widodo telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tujuan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 di Indonesia. Penerapan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/3/2020).

https://gempardata.com/

Penetapan PSBB ini sangat berpengaruh kepada semua sektor yang ada di Indonesia. Menurut ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara PSBB ini akan berdampak terhadap semua sektor bisnis. Utamanya bagi sektor-sektor yang bukan bergerak dalam penyediaan kebutuhan dasar publik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB.

Ani, panggilan akrab Sri Mulyani, menyebut meluasnya penerapan PSBB di berbagai daerah pada kuartal II 2020 akan menyebabkan perlambatan ekonomi lebih dalam dari kuartal I. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 yang diramalkan akan menyentuh posisi 4,5 persen hingga 4,7 persen malah anjlok di bawah 3 persen. Indikator kontraksi lanjutan ditunjukkan oleh penurunan penerimaan pajak negara sebesar 2,5 persen pada kuartal I 2020.

Soal pemulihan ekonomi, perbaikan baru terjadi lepas kuartal dua. Itu semua sangat bergantung seberapa cepat pemulihan kesehatan masyarakat dari pandemi Covid-19. “Apabila kuartal tiga dan kuartal empat kita tidak mampu recovery bisa menimbulkan dampak secara tajam. Begitu juga jika PSBB tidak segera dihentikan. Kita akan mengalami dampak yang sangat berat” ucapnya.

Salah satunya di Jakarta, menurut Ekonom UI Fithra Faisal membuat skenario perhitungan apabila PSBB diterapkan di Jakarta, dimana kegiatan ekonomi tidak sepenuhnya berhenti. Atau dalam perhitungannya, ekonomi di Jakarta akan 75% terhenti selama 14 hari. “Dari perhitungannya, dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara konstan, maka Jakarta akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 70,86 triliun atau -2,78% terhadap PDRB.
“Apabila 75% perekonomian DKI Jakarta terhenti selama 14 hari, maka outputnya akan hilang Rp 70,86 trilun. Dihitung berdasarkan PDRB konstan, atau harga di tahun 2010, dihilangkan faktor inflasi,” kata Fithra.

Tidak hanya pendapatan saja yang berkurang. Dari perhitungan Fithra, Jakarta juga akan kehilangan nilai tambah sebesar Rp 52,88 triliun (-2,88%) dan Pendapatan Rumah Tangga hilang Rp 16,94 triliun (-2,77%). 70% perputaran uang ada di Jakarta.

Kemudian juga Jakarta menyumbang cukup signifikan terhadap pendapatan nasional, khususnya penerimaan pajak. Jadi akan ada efeknya terhadap makro ekonomi, maupun terhadap APBN jika PSBB berlangsung tanpa adanya solusi yang baik dan efesien dari pemerintah. Karena jika pemerintah tidak memberikan solusi dan recovery dengan baik maka perekonomian Indonesia akan mengalami masalah yang besar yang akan berdampak kepada seluruh masyarakat.

https://gempardata.com/