Cerpen: Kesetiaan Sajadah

OLEH : HERDAYANTI

Di sepanjang jalan ada banyak masalah yang akan menghadang kita, entah itu negatif atau positif hanya waktu dan Allah yang bisa menjawabnya.

https://gempardata.com/

Di sepertigaan jalan terdengar masalah atau hal yang tidak sesuai dengan apa yang ada dikehidupanku. Aku sama sekali tak mengerti aku mendengar banyaknya suara kaki yang bergemuruh entah apa yang dicarinya?.

Ternyata aku baru sadar bahwa hentakan kaki itu berasal dari orang-orang yang sama sepertiku, yang sama-sama ingin mencari kehidupan yang layak serta Ampunan Allah. Masalahku sesuai dengan hentakan kaki yang terdengar ditelingaku banyak timbul perasaan yang tak pantas yang akan membuatku semakin jauh dari-Nya.

Aku terus terbangun dari setiap masalah yang mengahadangku namun untuk mengahdapinya aku terus gagal.

Aku mempunyai salah satu temanku yang sudah kuanggap sebagai saudara, semua masalah yang kuhadapi terasa ringan dengan adanya masukan yang diberikannya, namun itu tak membuatku puas, aku merasa bahwa ada yang seraya memanggilku dan mau membantuku, aku bingung, entahkah panggilan itu berada pada jam dinding rumahku, aku juga bingung.

Lambat launpun ternyata sifat teman sekaligus orang yang telah kuanggap sebagai saudaraku mengahianati kepercayaan yang besar kuberikan kepadanya, tangis dan penyesalan pun terus mengahantui jiwa yang lembut ini. Renungan kamar dan pena kecil pun tak mampu membendung rasa kecewa yang tak pernah kuharapkan darinya.

Haripun berlalu dengan cepat, aku sama sekali tak hirau akan adanya sebuah bisikan yang masuk ketelingaku.

Toerdengar suara bisikan yang membisikkan bahwa “tiada tempat yang terbaik untuk mengadu kecuali kepada-Nya melalui perantara diriku“ ujar sajadah.

Hari semakin hari bisikan tersebut sangat keras kemudian aku mencari letak di mana bisikan tersebut, aku kebingungan mencari siapa yang telah berani mengajakku dan membuatku bingung.

Ternyata sebuah lemparan sajadah. “Akulah yang selama ini kau butuhkan, bukan teman dan buku sekaligus pena kecilmu itu “ cetus sebuah sajadah.

Kemudian di dalam hatiku menjawab “apakah yang dimaksud dengan semua ini, apakah ini yang telah ku cari“. Aku seakan mendengar suara bisikan tersebut menyambut hangat tanganku, menyuruhku mengambil wudhu dan membuatku mengerti bahwa selama ini dialah yang ku cari.

“Kau telah lama meninggalkan ku dan penciptamu, bahkan jika kau terpuruk sekalipun bukan penciptamu yang kau ingat namun hanyalah manusia yang bisa membuatmu terbunuh akibat ulahmu sendiri“

Aku pun menjawab kepada sang sajadah yang senantiasa mengingatku kembali. “apakah selama ini kau mengerti apa yang menjadi masalahku? Kau hanyalah sebuah benda mati, mengapa kau bisa tau? “ tanyaku disertai jawabanku.

“Sungguh kau telah tersesat, aku memang sebuah benda mati yang hanya tergeletak di atas lantai yang penuh dengan pengaharapan ini, jangan hanya karena kepercayaanmu yang terlalu besar kepada makhluk-Nya sehingga kau melupakan siapa yang memberimu masalah“ jawab sang sajadah kepadaku.

“Apakah kau senantiasa menungguku wahai sang sajadah“ tanyaku kembali. “aku adalah jembatanmu maka aku akan senantiasa menunggumu” jawab sang sajadah kepadaku.

Kemudian aku mulai tersadar bahwa teman dan buku pena kecil itupun tak layak untuk kuberikan kepercayaan yang penuh, mendengar itu semua aku mulai tersadar dan membasuh badanku dengan indahnya dan sucinya air wudhu yang akan melekat di badan ku untuk menghadapa-Nya. (*)

https://gempardata.com/