ACEH, Gempardata.com — Kota Lhokseumawe memang sudah beberapa tahun terpuruk dengan posisi Nomer 2 Pemkot/kabupaten termiskin Se-Aceh. Sehingga bukti empirik nya adalah sangat banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan sangat banyak rumah dhuafa yang memang sudah tidak layak huni lagi di wilayah Pemkot Lhokseumawe.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Muhammad Fadli menyampaikan kepada Media, sudah 14 Tahun berlalu Perdamaian Aceh yang ketika itu Pemerintah RI dan GAM sepakat untuk menandatangani Nota Kesepahaman (MoU Helsinki) pada tanggal 15 Agustus 2005 di kota Finlandia. Dan sudah 74 Tahun pula Indonesia memproklamasikan kemerdekaan nya.
“Sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia khususnya Aceh yang belum merasakan kemerdekaan dan perdamaian yang sejatinya nya. Kemerdekaan dan perdamaian yang sejati selama ini hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, yang mempunyai uang dan kekuasaan” katanya, Minggu (25/8/2019).
Fadli menegaskan, hari ini 25 Agustus 2019 tepat jam 16.00 kami dari BEM FH Unimal turun langsung melakukan survei ke rumah masyarakat. Di sini BEM mendapatkan sebuah rumah yang sangat tidak layak huni di Desa Paloh pintu, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe yang dimiliki oleh ibu Johari Yunus ( 49) janda yang memiliki 2 orang anak.
“Satu orang kelas 3 SMP Dan satu lagi kelas 3 SD. Rumah beliau jangan kan untuk bisa tidur dengan pulas, untuk bisa bertahan dari sinar matahari dan deras nya air hujan saja sudah tidak bisa lagi
Bahkan rumah nya hampir Roboh” terang Fadli.
Menurut Fadli, beliau (Johari Yunus, red) menceritakan selama ini belum mendapatkan bantuan untuk rumah nya tersebut. Baik itu dari Pemkot atau dari Desa.
“Kami di sini sangat prihatin melihat kota Lhokseumawe, seakan-akan kota ini tidak ada pemimpin nya walikota tidak pernah hadir mewakili Negara untuk membantu rakyat yang yang sedang kesulitan dan bermasalah” tegasnya.
Fadli menegaskan, sudah 2 periode Suaidi Yahya memimpin Lhokseumawe. Namun kota ini stagnan (jalan di tempat) Tidak ada perubahan yang signifikan dilakukan oleh Suaidi Yahya jangankan untuk membenahi kota menjadi lebih baik membantu masyarakat yang kesusahan saja sangat kurang.
“Di sini kami dari BEM FH Unimal meminta Pemkot Untuk lebih memperhatikan masyarakat yang seperti ini, perbanyak program-program yang langsung menyentuh masyarakat menengah kebawah” terangnya.
Terakhir Fadli mengatakan dengan bahasa Aceh, Pak wali kasep neuduk jep kupi bak kede kupi, sigoe-goe neutreun neukalon rakyat yang tengoeh menderita (Manzahari/why)